Depan Profil Deskripsi Singkat Sejarah Kelurahan Winduhaji

Sejarah Kelurahan Winduhaji

SEJARAH KELURAHAN WINDUHAJI

KECAMATAN KUNINGAN KABUPATEN KUNINGAN

JAWA BARAT    

DISALIN ULANG OLEH NANA SUMARNA, S.Sos

 

Alkisah, Rombongan dari Kuningan (Rombongan Ki Gede Kemuning) yang berangkat untuk bersilaturahmi kepada Kanjeng Sinuhun Cirebon. Rombongan tersebut dipimpin oleh Adipati Ewangga dengan menunggangi Kuda yang bernama Kuda Winduhaji, Keturunan Kuda Semberani. Dalam perjalanannya, Rombongan Adipati Ewangga bertemu dengan Rombongan Ki Gede Plumbon, setelah itu Rombongan Adipati Ewangga bertemu lagi dengan Rombongan dari Raja Galuh yang dipimpin oleh Ki Demang Dipasara. Adipati Ewangga mencurigai sikap Rombongan Ki Demang Dipasara dan melontarkan beberapa pertanyaan seperti “ dari manakah kalian ini ? Hendak kemana dan ada tujuan apa ? saya terpaksa bertanya kepada kalian karena sikap kalian mencurigakan “. Ki Demang Dipasara merasa tersinggung dengan pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan, ia pun segera menjelaskan bahwa Rombongannya adalah utusan dari Gusti Prabu RajaGaluh yang ditugaskan untuk mengundang Kanjeng Sunan Cirebon agar datang ke Rajagaluh dan membayar upeti (pajak) setiap tahunnya, karena jika Kanjeng Sunan tidak dapat memenuhi perintah tersebut maka akan diberikan hukuman seperti dipotong lehernya dan dirampas semua hartanya, Ki Demang Dipasara pun meminta tolong kepada Adipati Ewangga untuk menunjukkan jalan dan tempat dimana Kanjeng Sunan Cirebon. Namun, Adipati Ewangga sebagai Ksatria dari Kuningan, pembela Kanjeng Sunan Cirebon menentang dengan gagah penjelasan dan permintaan pertolongan dari Ki Demang Dipasara, selain itu Adipati Ewangga pun meminta agar Rajagaluh masuk islam dibawah Kanjeng Sunan Cirebon. Mendengar pertentangan dari Adipati Ewangga, rombongan Ki Demang Dipasara merasa ketakutan dan terpaksa kembali ke Rajagaluh.

Setelah rombongan Ki Gede Kemuning yang dipimpin oleh Adipati Ewangga sampai Cirebon, Adipati Ewangga langsung menghadap Kanjeng Sunan dan memberitahukan bahwa dalam Perjalanannya menuju ke Cirebon, rombongannya bertemu dengan rombongan utusan Rajagaluh serta diceritakannya pula maksud dari utusan Rajagaluh tersebut. Setelah selesai menyampaikan hal tersebut, dengan tidak sabar Adipati Ewangga memohon izin kepada Kanjeng Sunan untuk menyerang Rajagaluh terlebih dahulu sebelum pihak dari Raja galuh bertindak menyerangnya. Namun kanjeng Sunan hanya diam, tidak memberikan jawaban sepatah pun dan sikapnya seolah-olah tidak mengizinkannya, akan tetapi karena Adipati Ewangga memiliki watak yang keras, maka ia segera menyiapkan semua prajuritnya untuk merencanakan serangannya terhadap RajaGaluh. Namun, menurut Sunan Demak, tindakan yang Adipati Ewangga lakukan adalah tindakan yang sombong dan melancangi pendapat orang tua.

Sebelum serangan dilakukan, diutusnya seorang prajurit yang bernama Singagati untuk menyampaikan surat tantangan ke Rajagaluh, sedangkan di kraton Rajagaluh sedang diadakan sidang mentri bersama pembesar-pembesar negri dibawah pimpinan Cakraningrat. Dalam sidang tersebut, tampak hadir pembesar seperti Sanghyang Sutem, Sanghyang Gempal, Dipati kiban, Dipati Wangsi, Patih Bengong dan Demang Dipasara. Persidangan tersebut dilakukan dengan tujuan utama membahas mengenai hal-hal yang dilaporkan oleh Demang Dipasara  yang telah diutus ke Cirebon. Setelah mendengarkan laporan dari Demang Dipasara, semua anggota sidang termasuk Rajagaluh marah dan mersa dihina serta direndahkan oleh Cirebon, terutama oleh Kuningan, maka terjadilah peperangan antara kerajaan Rajagaluh dengan kesultanan Cirebon.

Dipati Kiban sebagai penglima pasukan Rajagaluh menunggangi gajah bengang yang tingginya 10 kaki sementara Adipati Ewangga yang membela kesultanan Cirebon menunggangi kuda si Winduhaji yang tingginya hanya 4 kaki. Dalam peperangan itu gajah yang ditunggangi Dipati kiban menyerang kuda si Winduhaji yang ditunggangi oleh Adipati Ewangga, namun kuda tersebut meloncat ke angkasa dan turun menyerang gajah sehingga telinga gajah hilang sebelah. Gajah menyerang lagi untuk keduakalinya, tetapi kuda melompat sambil menyepak gajah sehingga gading sebelahnya patah. Lalu, gajah mundur karena kesakitan, tetapi datang lagi serangan dari kuda si Winduhaji menghantam belalainya hingga putus. Kuda si Winduhaji tersebut terus menerus menyerang gajah itu hingga mati. ( Sumber dari Babad Cirebon yang ditulis oleh KH. Mahmud Astana Japura Cirebon )

Kuda si Winduhaji   oleh buyut Windu   diabadikan menjadi nama suatu Desa yang bernama Winduhaji. Kuda si Winduhaji  diurus/ dipelihara oleh Buyut Windu dan sebagai  tempat pemandian kuda tersebut, berlokasi di Cikedung yaitu bagian lekukan Saluran sungai Surakatiga ( dulu namanya hawangan/sungai lengkong karena yang membuat sungai tersebut sesepuh dari lengkong namanya eyang maolani ).  Mulai  pada saat itulah berdiri Desa Winduhaji yang di pimpin langsung oleh Buyut Windu dan kemudian beliau menunaikan ibadah Haji (berdasarkan dari sesepuh beranjak dari sejarah panggeugeuh Desa Winduhaji yaitu Nyi Randa Tuba, Buyut Jaka Sunda, dan Buyut Ngabeui)

Terbentuknya Desa Winduhaji belum dapat diketahui secara pasti tanggal, bulan, dan tahun berdirinya. hanya menurut penjelasan para sesepuh  sudah 44 kepala desa / lurah sampai sekarang, serta baru diketahui 25 kepala desa/lurah. Untuk menentukan Kepala Desa Winduhaji pada periode saat itu, diadakan musyawarah (maseban) di Kuningan tahun 1812. Adapun nama-nama kepala Desa / Kuwu yang pernah menjabat sebagai berikut :

1.      Nala

2.      Cakra

3.      Wangsa Kerta

4.      Saca Perwata  

5.      Suradi Parana tahun 1815 ( Sikepna Nembe 40 )

6.      Surabraja tahun 1818 ( Sikepna nembe 40 Jalmi, yang membuat Balai Desa dan membuka jalan ke Kuningan )

7.      Surakerti tahun 1821 (Sikepna aya 45 jalmi yang membuat Alun-alun )

8.      Sacamanggala tahun 1823 (S ikepna aya 54 jalmi, akan membuat Mesjid )

9.      Surabraja tahun 1826 ( menjabat yang kedua kalinya Sikepna 54 Jalmi )

10.  Sacadikaria tahun 1834 ( Sikepna 54 Jalmi )

11.  Sacawijaya Tahun1939 ( Sikepna Tambih 111 Jalmi )

12.  Sacaperwata tahun 1862 ( Sikepna Tambih 122 Jalmi Terus membuat Alun-alun, menanam pohon Beringin di alun-alun, dan membuat jembatan Surakatiga pada tahun 1885 ).

13.  Wangsakerta tahun 1888 ( Sikepna tambih aya 133 jalmi, terus membuat jembatan Cilagadar )

14.  Suja Ali Singaperwata tahun 1897 ( Sikepna angger 133 jalmi )

15.  Surawijaya tahun 1915/1923 ( Sikepna angger 133 jalmi )

16.  Muskanda Ali Sacadisastra tahun 1924/1945 ( Sikepna aya 133 )

17.  Sastrasuminta tahun 1945/1960 Sikepna Angger )

18.  A.Dulhalim tahun 1960 ( Sikepna Angger )

19.  H.Mashudi tahun 1969 ( Sikepna Angger,  Pada masa ini yaitu tahun 1981 Winduhaji menjadi Kelurahan)

20.  H. Suhamad tahun 1986/1988

21.  Salmon tahun 1988/1992

22.  Maman Udiman tahun 1992/1994

23.  Diding Sunardi tahun 1994/2005

24.  Eko Y.Mahaendra, AP tahun 2005/2008

25.  Ikin Sodikin S.SN  tahun 2008-sekarang.

Secara geografis, Kelurahan Winduhaji dilewati oleh Sungai Surakatiga di sebelah selatan dan melingkar ke arah timur lalu ke utara. Wilayahnya termasuk daerah rata . Keadaan iklim Kelurahan Winduhaji dipengaruhi oleh iklim tropis dan angin muson, dengan temperatur bulanan berkisar antara 18°C - 32°C serta curah hujan berkisar antara 2.000 mm – 2.500 mm per tahun. Pergantian musim terjadi antara bulan November – Mei adalah musim hujan dan antara bulan Juni – Oktober adalah musim kemarau. Perbatasan Kelurahan Winduhaji, di sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Windusengkahan dan Kel. Cijoho, di sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Citangtu, di sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Awirarangan dan di sebelah timur berbatasan dengan Desa Karangtawang.

Perlu di maklumi bahwa letak balai Desa dan Mesjid awalnya berada di lingkungan Karang Anyar yaitu sebelah Mushola / Langgar Al-Musyarofah Rt.08/09 kemudian pada saat  Kepala Desa  Surabraja yaitu pada tahun 1818 di pindahkan ke tempat yang saat ini berdiri di lingkungan Cibumur Rt.04 Rw.05.

Kelurahan Winduhaji terdiri dari lima Lingkungan/blok yaitu, Lingkungan Cisampih, Lingkungan Cibumur, Lingkungan Bubulak, Lingkungan Karanganyar dan Lingkungan Ciketug. Penduduk Winduhaji dikenal sebagai pedagang ulung karena banyak diantaranya yang berdagang di pasar baru Kuningan, dari mulai toko kelontong, sampai rumah makan, hanya kurang dari separuhnya yang berprofesi sebagai petani dan sebagian kecil ada pula yang merantau. Di Kelurahan Winduhaji terkenal dengan peternakan ayam buras yang paling maju di Kabupaten Kuningan. Hasil perkebunan yang biasanya dibudidayakan kebanyakan dari jenis buah-buahan seperti : pisang, manggga, rambutan dan juga melinjo.

Masyarakat di Kelurahan Winduhaji 96% beragama Islam dan ada juga yang beragama Kristen sekitar 4 %. Terdapat sarana pendidikan seperti PAUD.  TK yang ada dekat Kantor Kelurahan dan juga Sekolah Dasar. Sekolah dasar yang ada di Kelurahan Winduhaji diantaranya SDN I Winduhaji yang terletak di Jl.Tuba No.351, SDN II Winduhaji terletak di Jl.Cut Nyak Dien, dan SDN III Winduhaji yang terletak di Jl.Cut Nyak Dien 220, selain itu terdapat pendidikan keagamaan seperti pesantren/sanawiyah dan aliyah Riyadlul Huda dan pesantren Mansyaul Mubtadiin, Majelis Dzikir Kanzuz Sholawat.

Penyebaran agama Islam pada zaman sebelum Walisongo dilakukan oleh Waliyulloh Syekh Muhibat yang berasal dari daerah Arab/Timur Tengah yang pusaran atau makamnya berada di Kelurahan Winduhaji tepatnya di tempat pemakaman umum Lingkungan Bubulak Kelurahan Winduhaji yang sampai saat ini makamnya banyak penziarah-penziarah yang datang dari berbagai pelosok di Jawa Barat dan sekitarnya. 

Daftar Nama Aulia dan Ulama Sepuh Kelurahan Winduhaji yang Sudah diketaui diantaranya :

1.      Syeh Muhibat

2.      Buyut Windu

3.      Nyi Randa Tuba

4.      Buyut Jaka Sundang

5.      Buyut Nabeui

6.      Syeh Abror Muta’al

7.      Syeh Mayung

8.      Kh. Gojali

9.      K. Muslim

10.  Agus Jawahir

11.  Agus Hamid

12.  Agus Hapid

13.  Agus Akram

14.  Agus Anan

15.  Agus Zenal

16.  Agus Ma’ani

17.  Agus Madtohir

18.  Ketib. Mad Saleh

19.  Kh. Sanusi

20.  Ketib Uri

21.  K.Kh. Mahfud ( KH. Alit/Leutik)

22.  K. Uba Subari

23.  KH. Basuni

24.  K.Ahmad Jajuli

25.  K.Amad Soton

26.  K. Samud

27.  K. Mursid.

28.  KH. Amsor                    

Jenis kesenian yang berkembang di Kelurahan Winduhaji yaitu Asrokol,  seni Calung, Rampak genjring ( menjadi salah ikon seni kab.Kuningan ), Pencak silat, Rebana   ( Hadroh ), Upacara adat sunda,, Kuda Renggong serta terdapat empat agenda tahunan/Bulanan yang menjadi  ikon masyarakat Kelurahan Winduhaji yaitu :                

1.      Tempat Keramat Pemandian Kuda si Winduhaji yaitu suatu tempat namanya Cikedung yang berada dilekukan saluran sungai Surakatiga/lengkong yang sampai sekarang dikeramatkan atau dilestarikan untuk memandikan kuda di wilayah Kuningan yaitu dimandikan setiap menjelang jum’at kliwon mulai hari kamis sore sampai dini hari. 

2.      Haul Syeh Muhibat digagas oleh Habib Lutfi bin Yahya dari Pekalongan dan Pemerintah Kelurahan Winduhaji yaitu dimulai pada tahun 2015 tanggal akhir di Bulan Muharom, dan sampai sekarang diselenggarakan setiap  tahun di akhir Bulan Muharom  diisi dengan kegiatan Kirab Merah Putih, Tablig Akbar, hotmil Qur’an, bazaar, lomba Hadroh, Lomba Kaligrapi,dll.

      3.       Peringatan Maulid Nabi  diisi dengan kegiatan Sunatan Masal Tingkat Kelurahan Winduhaji, pawai ta’aruf, lomba-lomba keagamaan diantaranya lomba adzan, hapalan zuz ama,         kaligrafi, hadroh, baca puisi, pashion show muslim, lintas alam dll.

4.      Lomba Arung Surakatiga yang merupakan hiburan masyarakat Winduhaji khususnya dan umumnya kabupaten Kuningan yang di selenggarakan setiap menyambut hari kemerdekaan Indonesia dan hari jadi Kuningan.

        Terdapat berbagai jenis makanan khas Winduhaji dan sekaligus menjadi IKON  makanan khas Kab.Kuningan seperti ketupat, leupeut, dan Kowecang.

Jarak  Kelurahan Winduhaji dari pusat Kota Kuningan sekitar ± 1.5 km kearah timur.  Masuk ke wilayah Kelurahan Winduhaji dapat ditempuh dengan menggunakan angkutan kota,          apabila dari arah barat/Kuningan Kota dapat menggunakan angkot 07 yaitu jurusan Pasar Baru – Lengkong dan kalau dari arah utara dapat menggunakan angkot 08 yaitu jurusan                Cirendang – Lengkong.